Sabtu, 31 Oktober 2015
Kurniawan dwi yulianto
BOCAH itu menatap saya
malu-malu. "Kamu Kurniawan?" Tanya saya. Dia mengangguk, dengan senyum
yang berusaha dia sembunyikan. Kaus hijau setengah lusuh, plus celana
kolor putih kecoklatan yang dia pakai menegaskan bahwa dia memang pantas
dipanggil "Kurus". Kaki, tubuh, dan tangannya memang kurus. Tapi kaki
itu pula yang kelak mengharumkan bangsa, dan layak dibanderoli mahal
oleh klub yang menyewa jasanya. Momen ini terjadi medio 1992. Saya masih
bekerja di sebuah mingguan kecil di Semarang. Bahari namanya. Sekarang mingguan itu masih berdiri, berganti nama menjadi Inspirasi.
Kantornya di belakang Mal Paragon, Jalan Pemuda. Kurus, maksud saya
Kurniawan, saat itu sudah terkenal, terutama di kawasan sepakbola
yunior. Mendengar namanya sering disebut, saya tergerak ke Salatiga. Di
Diklat Salatiga, Kurniawan ditempa. "Mengapa malu?" Tanya saya saat akan
memotretnya. Dia tersipu-sipu. Budi Rijanto, ayahnya yang kini almarhum
yang kala itu juga ada di sana, menerangkan bahwa saya adalah wartawan
pertama yang mewawancarai sekaligus memotretnya. Pada titik ini, kelak
setelah interview itu, saya merasa bangga ketika mengikuti perjalanan
Kurniawan dari titik nol, menjadi tombak tim nasional, hingga kini dia
mukim di Malaysia bersama istri dan anaknya, saat usianya telah 37
tahun. Telah banyak dikupas tentang perjalanan hidup Kurniawan, baik di
lapangan maupun kehidupan pribadinya. Kita semua juga sudah tahu bahwa
Ade, panggilan lain Kurniawan selain Kurus, pernah berkostum FC Luzern
Swiss (1994-1995), hingga membela Persipon Pontianak (2013, sebelum
kontraknya diputus lantaran Persipon terlilit problem biaya). Tapi,
mungkin jarang yang tahu bahwa pria asal Kalinegoro, Magelang, ini
sekarang mukim di Kuching, Malaysia. Ya, striker yang mendonasikan 31
gol untuk Timnas Indonesia (sedikit di bawah Bambang Pamungkas yang
menyarangkan total 34 gol) ini 'menjadi TKI' di negeri Jiran, dengan
mengelola rumah makan. Bersama sang istri yang ber-KTP Malaysia,
Kurniawan memiliki rumah makan Melayu bernama Kopi O Corner. Kurniawan
menuturkan, gerai usahanya terus berkembang dan siap melebarkan sayap.
"Saya tengah mengembangkan usaha ini dengan sistem franchise,"
ujar pria yang pernah membela 16 klub selama kariernya ini. Meski sibuk
mengelola rumah makan, terselip niat Kurniawan menjadi pelatih. Namun
untuk mewujudkannya ia masih harus mengikuti kursus kepelatihan dari AFC
yang digelar di Malaysia untuk mendapat lisensi. Andai harapan itu
terwujud, Kurniawan menaruh harapan bisa memulai profesinya di
Indonesia. "Pastinya, saya ingin menjadi pelatih di Indonesia. Saya
ingin mengembangkan sepakbola di tanah kelahiran," katanya. Ya, ya,
betapapun pernah meninju dirinya sendiri dengan kasus narkoba, nama
Kurniawan masih harum di negeri ini. Kharismanya belum memudar. Ia
pernah pula mencetak berita heboh di seputar perseteruannya dengan
Kartika Dewi, istri pertama yang kemudian diceraikannya pada 2003,
tetapi percayalah Kurniawan adalah salah satu pria santun dan rendah
hati di tengah kehidupannya yang fluktuatif. Bertemu dengannya pada
Februari 2012 kala ayahnya meninggal, saya melihatnya mengambil air
wudlu, beberapa saat setelah sang ayah dikebumikan. Tak lama kemudian
dia menunaikan sholat asyar ... -Arief Firhanusa-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar